Apa itu Manajemen Qolbu Dalam Islam
Manajemen Qolbu Islam
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.
Salam sejahtera buat teman-teman semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin yarobal alamin.
Pada kesempatan yang berbahagia ini kami ingin mengajak teman teman untuk membahas sekaligus belajar tentang apa itu manajemen qolbu.
A. Pengertian Manajemen Qolbu
Secara etimologis, kata manajemen (management) berarti, pimpinan, direksi dan pengurus, yang diambil dari kata kerja “manage” dalam bahasa Perancis berarti tindakan membimbing atau memimpin. Sedangkan dalam bahasa Latin, manajemen berasal dari kata “managiere” terdiri dari dua kata yaitu manusdan agree, “Manus” yang berarti tangan dan “agree” berarti melakukan atau melaksanakan (Irma Zaharoh, 2018: 3).
Kata qalbu berasal dari bahasa Arab, dari kata ‘qalaba’-yaglibu’-‘qalban’ yang artinya membalikkan, memalingkan, menjadikan yang di atas ke bawah yang di dalam keluar, dan qalbu hati, jantung, akal. Sedangkan secara istilah qalbu yaitu memiliki sifat yang tidak konsisten. Istilah hati (al-qalb) dikenal untuk menyebut dua hal:
1. Hati merupakan segumpal daging sanubari yang terletak di sebelah kiri dada, hati adalah daging yang istimewa, di dalamnya terdapat rongga yang berisikan darah yang merupakan sumber dan pusat ruh.
2. Hati yang bersifat rabbani ruhani, ketuhanan dan kerohanian yang merupakan hakekat manusia, hati yang seperti ini disebutsebagai hati bathiniah yang merupakan hakikat spiritual manusia, yang mengetahui, mengerti dan memahami, dicela, diberi tuntutn dan mendapat perintah (Evita Yuliatul, 2018: 88).
Manajemen Qolbu adalah keutamaan hati, mengenal potensi universalitas manusia dan potensi individu (Anas Amin, 2017: 69). Manajemen qolbu berarti mengelola hati supaya potensi positifnya dapat berkembang maksimal mengiringi kemampuan berpikir dan bertindak sehingga sekujur sikapnya menjadi positif, dan potensi negatifnya segera terdeteksi dan dikendalikan sehingga tidak berubah menjadi tindakan negatif (Abu Aly, 2010: 13).
B. Macam-macam kondisi hati manusia
Berdasarkan sifatnya, hati dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
1. Hati yang sehat
Hati yang sehat ialah hati yang selamat dari setiap syahwat yang kontradiktif dengan perintah dan larangan Allah, serta dari setiap syubhat (kesamaran) yang bertentangan dengan firman-Nya (Ahmad Farid, 2007: 21). Orang yang mempunyai hati yang sehat ini akan selamat dari perbuatan buruk seperti jauh dari syirik, selamat dari dosa, karena ia selalu taat kepada Allah. Semua amal perbuatannya ikhlas karena Allah. Jika ia mencintai, membenci, memberi, tidak memberi, itu semua karena Allah. Orang yang hatinya sehat juga percaya bahwa Nabi Muhammad SAW itu Rasul utusan Allah untuk umatnya. Jadi, ia juga mengkuti tuntunan Rasullah SAW. Orang-orang yang akan selamat pada hari kiamat ialah orang-orang yang memiliki hati yang sehat/selamat (QS. Asy-Syu’ara ayat 88-89).
Adapun tanda-tanda hati yang sehat dan cinta kepada Rabb-nya ialah:
a. Banyak berzikir kepada Allah. Apabila hati dipenuhi dengan rasa cinta kepada Rabb yang Mahaluhur dan agung, lisan pasti tergerak untuk melantunkan zikir.
b. Pemiliknya senantiasa aktif, sehingga ia pasrah kepada Allah dan bergantung kepada-Nya. Dengan-Nya ia merasa tenang, kepada-Nya ia mendapat ketenangan, dan kepada-Nya ia berlindung. Dengan-Nya ia bahagia, kepada-Nya ia pasrah, dengan-Nya ia berpegang, kepada-Nya ia berharap, dan kepada-Nya ia takut.
c. Ia rela tubuhhnya letih untuk melayani Allah dan hatinya tidak merasa jemu. Barangsiapa yang cinta kepada Allah, ia akan senang melayan-Nya. Selanjutnya pelayananya kepada Allah menjadi energi hati dan makanan bagi jiwanya.
d. Pemiliknya rindu melayani Allah. Kerinduannya melayani Allah melebihi kerinduan orang lapar terhadap makanan dan minuman.
e. Jika ia mulai melaksanakan shalat, sirnalah keinginan dan kesedihannya terhadap dunia. Ia merasa senang dan nikmat dalam shalatnya, serta merasa sedih untuk mengakhirinya.
f. Kekirannya dalam menggunakan waktu untuk menaati Allah, melebihi orang yang paling kikir terhadap harta. Ia hanya mengisi waktu dan umurnya denggan menaati Allah. Sebaliknya, ia pelit menggunakan waktu dan umurnya untuk selain menaati Allah.
g. Perhatiannya memperbaiki amal lebih banyak daripada perhatiannya pada amal itu sendiri. Karena yang dijadikan acuan bukanlah kuantitas dari amal tersebut. Tetapi, kebaikan amalnya dan penjagaannya dari hal-hal yang menghapus pahalanya. Oleh sebab itu, setiap kali beramal, ia berusaha ikhlas dan mengikuti sunnah Rasulullah SAW.
h. Bila luput melakukan satu ketaatan, ia merasa rugi. Kerugian yang ia rasakan bahkan mlebihi orang yang bakhil ketika kehilangan keluarga atau harta. Sebab ia tahu, kerugian tersebut merupakan kerugian akhirat. Karenanya, ia merasa sakit ketika tidak mengerjakannya.
i. Pemiliiknya menjadikan tujuannya hanya untuk Allah semata, yakni dengan menaati-Nya.
j. Senang kepada Allah dan benci kepada selain-Nya.
k. Hal yang paling dicintainya ialah Kalamullah dan membicarakan tentangnya (Ahmad Farid, 2007: 41-48).
2. Hati yang mati
Hati yang mati ialah hati yang didalamnya tiada kehidupan, ia tidak mengetahui Rabb-nya sehingga tidak menyembah-Nya sesuai perintah, serta tidak mencintai apa yang dicintai dan di ridhai-Nya. (Ahmad Farid, 2007: 22). Pada dasarnya hati yang mati ini dibuat oleh manusia sendiri akibat dari perbuatan maksiatnya, ia mengisi hari-harinya dengan perbuatan dosa yang lama-kelamaan akan menumpuk dan hatinya menjadi tertutup dan mati, sehingga ia tidak mengenal Tuhan-nya. Hati yang mati ini diselimuti dengan syahwatnya, ia tidak peduli apakah Allah ridha atau murka. Jika ia mencintai, membenci, memberi bukan karena Allah tetapi karena nafsunya.
Intinya, nafsunya lebih berpengaruh baginya daripada ridha Rabb-nya. Pemimpinnya ialah nafsu, pengendalinya ialah syahwat, sopirnya ialah kebodohan, dan kendaraannya ialah lalai. Tujuan duniawi membuatnya tenggelam, sedangkan nafsu dan cinta dunia menjadikannya mabuk kepayang. Dan berkumpul dengan pemilik hati ini ialah penyakit, bergaul dengannya ialah racun, dan duduk-duduk bersamanya ialah kebinasaan (Ahmad Farid, 2007: 22).
3. Hati yang sakit
Hati yang sakit ialah hati yang hidup, tetapi terjangkit penyakit. Terkadang hatinya cenderung pada kebaikan, namun terkadang berat pada kemaksiatan (Ahmad Farid, 2007: 23). Orang yang memiliki hati yang sakit ini selalu bimbang mau melakukan kebaikan atau keburukan, karena di dalam hatinya ada cinta kepada Allah dan iman kepada-Nya yang membuat hatiya menjadi hidup. Tapi ada kalanya ia lebih mengutamakan syahwatnya sehingga hatinya menjadi sakit seperti iri, dengki, ujub, sombong, dan perbuatan dosa lainnya.
Ia diuji dua penyeru. Pertama, penyeru yang mengajaknya kepada Allah, Rasul-Nya, dan kehidupan akhirat. Kedua, penyeru yang mengajaknya kepada kehidupan dunia. Dalamm hal ini, ia hanya memenuhi ajakan tetangga yang paling dekat di antara keduanya (Ahmad Farid, 2007: 23). Orang yang hatinya sakit biasanya pendiriannya kurang kuat atau tidak mempunyai benteng yang kuat, sehingga ia mudah terpengaruh oleh lingkungannya. Jika ia berada di lingkungan yang baik, ia akan menjadi baik. Begitu pula sebaliknya, jika ia berada di lingkungan yang buruk, maka ia akan menjadi buruk.
Adapun tanda-tanda penyakit hati yaitu:
a. Sulit meraih sesuatu yang diciptakan baginya. Misalnya, mengetahui Allah, mencintai-Nya, rindu berjumpa dengan-Nya, berserah diri kepada-Nya,, dan mengutamakan-Nya atas segala syahwat, lalu ia lebih mengutamakan bagian dan syahwatnya daripada taat dan cinta kepada Allah.
b. Tidak merasa sakit karena luka-luka maksiat. Orang yang hatinya sakit akan selalu mengiringi kejelekan dengan kejelekan pula.
c. Pemiliknya tak merasa sakit dengan kebodohannya terhadap kebenaran. Kebodohan merupakan musibah terbesar yang diderita orang yang di dalam hatinya ada kehidupan.
d. Pemiliknya beralih dari makanan-makanan bergizi kepada racun yang mematikan. Misalnya, mereka berpaling dari mendengarkan Al-Qur’an tetapi mereka mendengarkan nyanyian yang menumbuhkan kemunafikan dalam hati dan menggugah syahwat. Di dalamnya juga terkandung kekufuran kepada Allah.
e. Pemiliknya menghuni dunia dengan perasaan ridha, tenang, dan tidak merasa asing, serta tidak mengharap akhirat dan tidak beramal untuknya (Ahmad Farid, 2007: 35-40).
C. Konsep Manajemen Qolbu
Menurut Aa Gym, konsep manajemen qolbu adalah memahami diri, kemudian mampu mengendalikannya melalui hati. Karena hati merupakan sebuah jalan yang menunjukkan watak dan siapa diri manusia, bila hati telah menjadi bersih, bening dan jernih, maka keseluruhan diri setiap individu juga akan menampakan kebersihan, kebeningan dan kejernihan, hati yang bersih adalah hati yang senantiasa membuat pikiran bekerja efektif dan disiplin tinggi (Evita Yuliatul, 2018: 90).
Ada 7 cara yang dapat dilakukan untuk membersihkan hati:
1. Beribadah dengan benar
Jika hidup tanpa ibadah yang benar ibarat hidup tanpa pondasi, beribadah yang benar akan membuat kita semakin tawadhu.
2. Berakhlak Mulia
Taat beribadah tetapi tidak menjaga tingkah laku dan perkataan, apalah artinya kalau tidak dibarengi akhlak mulia.
3. Belajar tiada henti
Akhlak dan ibadah sudah bagus tidak cukup karena semakin tinggi derajat seseorang maka cobaan yang dihadapi akan semakin banyak, orang sukses adalah orang-orang yang cinta ilmu dengan rajin belajar.
4. Bekerja Keras dengan cerdas dan ikhlas
Standar diri adalah bekerja maksimal dengan cerdas karena kerja keras tanpa berpikir akan percuma.
5. Bersahaja dalam hidup
Ada orang yang bekerja keras tetapi sia-sia, karena boros, bermegah-megah, diperdaya orang lain, dan dengki, itu dikarenakan tidak bersahaja.
6. Bantu Sesama
Alat ukur sukses adalah mempunyai kelebihan untuk memajukan orang lain. Kesuksesan adalah sejauh mana kita mampu mensukseskan orang lain.
7. Bersihkan hati selalu
Allah tidak menerima amal seseorang, kecuali ikhlas dan semuanya karena Allah (Budi Putra, 2018: 67-68).
D. Manfaat Manajemen Qolbu
1. Manusia dapat mengenal potensi nilai-nilai positif dan negatif dalam dirinya, sehingga nilai-nilai positif dapat dikendalikan atau dihindarkan.
2. Mengenal diri kita maka akan mendekatkan kita pada Sang Pencipta.
3. Hati menjadi sehat sehingga melahirkan fikiran-fikiran positif yang berujung pada tindakan yang positif.
4. Mengenakl potensi diri maka potensi tersebut dapat dikembangkan sehingga dapat meningkatkan produktif dalam bekerja.
5. Memiliki visi dan misi yang jelas dalam hidup dan bekerja.
6. Memiliki unshakable mentality mental yang tidak mudah goyah, sebab kita mampu mengontrol diri dari sifat-sifat negatif sehingga mampu meminimalisir tekanan yang berasal dalam diri maupun lingkungan.
Meningkatkan kepekaan sosial di dalam masyarakat serta menjadikan kita pribadi yang berkarakter sehingga kita akan disenangi oleh masyarakat di lingkungan tempat tinggal kita (Evita Yuliatul, 2018: 94).
nahh itu saja pembahasan kita kali ini, jika mungkin ada kesalahan penulisan dalam konsep materi yang telah saya sampaikan, saya mengucapkan mohon maaf yang sebesar besarnya. karena saya sendiri juga merupakan manusia yang tidak luput dari salah dan dosa, jika teman teman teman berkenan silahkan teman teman bisa ikuti saya dan memberikan kritik ataupun saran pada kolom komentar dibawah. Dan saya ucapkan terimakasih karena telah mengunjungi blog saya yang sederhana ini.
wasalamu'alaikum warah matullahi wabarakatuh.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Aly. 2010. Cahaya Nurani. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Anas Amin. 2017. Implementasi Inovasi Pendidikan Akhlak Pendekatan Saintifik Berbasis Manajemen Qolbu. Vol. 1, No. 2.
Ahmad Farid. 2007. Gizi Hati. Solo: Aqwam.
Budi Putra. 2018. Pendidikan Karakter Berbasis Manajemen Qolbu dalam Mengembangkan Karakter Religius sebagai Bagian Pendidikan Kewarganegaraan di Pesantren. Vol. 6, No. 1.
Evita Yuliatul. 2018. Aplikasi Manajemen Qolbu di Pondok Pesantren Daarut Tauhid Bandung. Vol. 5, No. 1.
Irma Zaharoh. 2018. Analisis Kritis Sistem Penyelenggaraan Manajemen Pembelajaran Pendidikan Islam di indonesia. Vol. 16, No. 1.
Belum ada Komentar untuk "Apa itu Manajemen Qolbu Dalam Islam"
Posting Komentar